Rabu, 18 Maret 2015
KURSI KOSONG
Aku dimana? Siapa?. Seorang tua mengayun sepeda kumbang sendirian. Aku siapa? dimana?. Bercerutu dengan asap mengepul. Tidakkah fajar lengah pada kain putih. Entah dua pagi atau tiga subuh. Kulihat tua yang meradang. Menuntun nafasnya pada wangi surgawi. Kulihat tua yang tersedu. Menuai ubannya di liang akhir hayat. Beberapa kemudian kulihat lagi. Kulihat yang muda berlarian ramai ramai. Kulihat muda bersantai di atas pusara. Kulihat lagi, lebih dekat. Melihat muda bergaya di hujani bunga tujuh rupa. Sikap langit dan bumi. Seolah olah masih hidup lama. Seakan akan sedetik lagi terkapar. Bukankah segalanya kemudian bertakdir habis pada waktunya. Waktu dimana yang renta jadi teronggok di samping pojok Waktu dimana yang muda jadi tenggelam di rendam hingar bingar kekinian. Tidakkah segalanya setelah ramai jadi sunyi. Jadi, takdirkah pelaku? Atau waktu berlaku?.
Entah, kursi kosong tak bersuara. Kursi kosong yang hening. Kursi kosong dan dingin. Kursi kosong yang kaku di hempas angin. Kursi yang disinilah merenta dan beruban. Kursi kosong yang jika sempat kududuki. Kursi kosong yang selalu kududuki. Kursi kosong yang pernah kududuki tapi direbut orang. Tiga kursi kosong. Tiga, kursi kosong. Tiga kursi, kosong. Tiga kursi kosong yang kosong meski kududuki. Tiga kursi kosong seperti bukan kepunyaan. Tiga kursi kosong yang seperti, tiga kursi kosong. Jadi, takdirkah pelaku? Atau waktu berlaku?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar