Sabtu, 28 Maret 2015

BUKAN SAYA

Diposting oleh Unknown di 03.08 0 komentar
     Bila jadi iya, saya kira sudah cukup. Dengan mampu dan sedikit bisa, kata lisan waktunya habis. di garis tepi dan terujung. Bernaung dimana? sudah lampau. Saya tutup pandang dan pendengaran agar tidak bersangkutan. Biar tak tercampur ikut. Meski belum tertuju ramai, waktu itu tak terbaca, kan. Saya kira sudah jauh kerumunan. Tapi tak terlalu jauh, karna takut kejauhan. Dalam pandangan setengah lihat, saya melihat celah. Saya kira jalan keluar, tapi santapan makin dekat dasar. Apa sajalah, tak mau berjalan lagi. Letih macam apa ini semua? kita sama sama senang dan lupa. Semua tidak jelas maknannya. Semuanya gaduh jadi bising. Menyesakkan mata merah saya. Membuat kerisauan saja. Terjadi apa yang makin merugi?. Pasti ada apa apa yang membelot. Pasti apa apa ada yang manipulasi. Jangan ragu, pasti salah. Atas koran koran dan mimbar mimbar kotor. Mata bening  para raja rakyatnya, sudah bebas. Bebas, grusak grusuk semau maunya. Saya jadi ingin ikut bersuara tapi tak sanggup  ber-ala raja. Lalu, saya diam tempat karna tak bisa jauh, tak mau jauh. Jadi apa apa bukan saya salah. Jadi apa apa bukan saya ikut. Jadi apa apa bukan saya jadi laba. Setelah begini, saya jadi kalut. Makin riuh antah berantah ini. Semak makin tinggi, jati banyak tebang. Rasanya mendengar mesin dalam mulutnya bersuara, saya jadi bingung setengah keatawa. ya ini bisa saya, hanya menulis setengah bersuara. karna berkeliling keluar, tak punya jalan, tak ingin jalan. 




Grisse, 27/03/2015 

Minggu, 22 Maret 2015

KOTAK

Diposting oleh Unknown di 10.50 0 komentar


Bertautan dalam balok
Bersampul kertas coklat
Kotak itu kuisi penuh
Rapat tapi jadi ringan
Memoar yang melayang layang
Kenang seutas kalimat
Semu semu remang
Semu semu lupa
Datanglah, bawakan gembok
Jangkarkan pada tiap tiap sisinya
Kukira sudah terkunci rapat
Kian ringan saja
Bukannya sudah rapat?
Pantas saja makin ringan
Kau gembok dengan kenangan?
Kukira kenanganmu juga ikut memuai
Yasudah, ini bawa saja
Memoar dan sedikit kenangan  yang lupa
Darimu padaku, lalu ku balikkan -
Bertuan aku, untukmu

BAKAL, AGUSTUS KE 17

Rabu, 18 Maret 2015

KURSI KOSONG

Diposting oleh Unknown di 07.53 0 komentar


         Aku dimana? Siapa?. Seorang tua mengayun sepeda kumbang sendirian. Aku siapa? dimana?. Bercerutu dengan asap mengepul. Tidakkah fajar lengah pada kain putih. Entah dua pagi atau tiga subuh. Kulihat tua yang meradang.  Menuntun nafasnya pada wangi surgawi. Kulihat tua yang tersedu. Menuai ubannya di liang akhir hayat. Beberapa kemudian kulihat lagi. Kulihat yang muda berlarian ramai ramai. Kulihat muda bersantai di atas pusara. Kulihat lagi, lebih dekat. Melihat muda bergaya di hujani bunga tujuh rupa. Sikap langit dan bumi. Seolah olah masih hidup lama. Seakan akan sedetik lagi terkapar. Bukankah segalanya kemudian bertakdir habis pada waktunya. Waktu dimana yang renta jadi teronggok di samping pojok Waktu dimana yang muda jadi tenggelam di rendam hingar bingar kekinian. Tidakkah segalanya setelah ramai jadi sunyi. Jadi, takdirkah pelaku? Atau waktu berlaku?.
            Entah, kursi kosong tak bersuara. Kursi kosong yang hening. Kursi kosong dan dingin. Kursi kosong yang kaku di hempas angin. Kursi yang disinilah merenta dan beruban. Kursi kosong yang  jika sempat kududuki. Kursi kosong yang selalu kududuki. Kursi kosong yang pernah kududuki tapi direbut orang. Tiga kursi kosong. Tiga, kursi kosong. Tiga kursi, kosong. Tiga kursi kosong yang kosong meski kududuki. Tiga kursi kosong seperti bukan kepunyaan. Tiga kursi kosong yang seperti, tiga kursi kosong. Jadi, takdirkah pelaku? Atau waktu berlaku?

Sabtu, 07 Maret 2015

PANASEA UNTUK MIMPI TINGGI

Diposting oleh Unknown di 07.09 0 komentar


Aku adalah setitik
Katakan bukan jika tak serba serbi
Aku adalah terpidana atas angan
Bak gulma aku bersahaja
Meghidupi mimpi mimpi kian mati
Bak oleander merah pekat
Berangkai rangkai hingga tak jua tegak
Ya, bilang saja elegi mimpi mimpi
Syair pesakitan dari manusia cacat
Cacat tak punya pikiran
Cacat tak mau lihat
Enyah pedulinya akan takdir
Enyah matanya pada tanah
Mimpinya bak seligi tajam bertimbal
Kedua sisi runcing nan tajam
Opininya sebenar maunya
Maunya dikibarkan di pusara dirinya
Maunya hingga di peti matinya
Mimpinnya otoriter atas hidupnya
Hingga di programa, ia jadi mimpinya
Sudah, acuhkan...
Ini bukan saga yang legendaris
Ini panasea untuk mimpi tinggi

3-3-15
 

Ulasan kisah Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting