Karena sikap yang jauh belia
Bukan dewasa yang mendasar, meradang
Layak kembang api gebyar gempita
Terbang, indah, tinggi, redup, selesai
Kepada awal pasti yang canggung
Lalu perlahan takut gontai menjauh
Dalam kawanan bara dan pedihnya
Menggelayuti bawah sadar, menjauh
Bak perisai yang hanya bertahan
Mampu tegak menjadi ekor
Mendorong bebatuan sang permaisuri
Dan helai demi helai rambutnya
Melayat ke pusara diri sendiri
Mendoakan bangkai kemasyhuran
Lalu pelita menawan jingga
Kepada semi mengawal bermekaran
Berita musim dingin tertelan serpih salju
Pada matahari pun sempat awan
Senin, 29 Desember 2014
Senin, 22 Desember 2014
BUATMU DEWIKU, IBU :)
Antara senja dan fajar.
Dalam gelap dan terang.
Entah kalut atau salut .
Tatapnya kadang lusuh tertaut keadaan.
Kadang pula abstrak menutupi haru
Tulusnya yang sarat ikhlas pengorbanan.
Kerasnya yang sarat kasih nan lembut
Tawa dan senyum yang kian merengkuh rasa
Tawa dan senyum yang kian menerawang asa
Acuhnya pada mendung dan awan yang bergunjing.
Sikapnya yang praktis tak terduga
Entah, kadang lelah melihatnya
Sikapnya yang teranggap berlebih
Dan di ujung maunya memang benar
Ahh, entah dewi apa, dia mulia
Dia sabar, dia penyayang, dia ramah
SELAMAT HARI IBU :)
Dalam gelap dan terang.
Entah kalut atau salut .
Tatapnya kadang lusuh tertaut keadaan.
Kadang pula abstrak menutupi haru
Tulusnya yang sarat ikhlas pengorbanan.
Kerasnya yang sarat kasih nan lembut
Tawa dan senyum yang kian merengkuh rasa
Tawa dan senyum yang kian menerawang asa
Acuhnya pada mendung dan awan yang bergunjing.
Sikapnya yang praktis tak terduga
Entah, kadang lelah melihatnya
Sikapnya yang teranggap berlebih
Dan di ujung maunya memang benar
Ahh, entah dewi apa, dia mulia
Dia sabar, dia penyayang, dia ramah
SELAMAT HARI IBU :)
Jumat, 19 Desember 2014
TANDU DAN GADUH
Ratapi saja gelas gelas bening dan kosong itu.
Renungkan saja puing puing hancur itu.
Gaung itu berkata sama.
Redup, redup paras samar samar.
Hening, hening lonceng lonceng ramai.
Desah dari parit yang terdalam.
Sepi...
Sudut sudut imaji terang.
Tanda simpul pada tuju.
Semogakan harap harap baru.
Bosan, kerja dan keras dan kalut.
Bingung, lupa dan lelah dan lalu.
Teraduk aduk rasa dan asa.
Teraduk aduk haru dan pilu.
Bilasaja mau dan ambisi searah.
Bilasaja tekad dan wajar sejajar.
Perlukah bingung dan lelah?.
Dan rindu pada waktu yang bersantai.
Bersandar pada rotan rotan dingin.
Berkaca pada bening bening air.
Seakan minggu dan musim tak masalah.
Seakan riuh dan gaduh tak bermakna.
Tandu, manakah tandu dan rasa aman?
Renungkan saja puing puing hancur itu.
Gaung itu berkata sama.
Redup, redup paras samar samar.
Hening, hening lonceng lonceng ramai.
Desah dari parit yang terdalam.
Sepi...
Sudut sudut imaji terang.
Tanda simpul pada tuju.
Semogakan harap harap baru.
Bosan, kerja dan keras dan kalut.
Bingung, lupa dan lelah dan lalu.
Teraduk aduk rasa dan asa.
Teraduk aduk haru dan pilu.
Bilasaja mau dan ambisi searah.
Bilasaja tekad dan wajar sejajar.
Perlukah bingung dan lelah?.
Dan rindu pada waktu yang bersantai.
Bersandar pada rotan rotan dingin.
Berkaca pada bening bening air.
Seakan minggu dan musim tak masalah.
Seakan riuh dan gaduh tak bermakna.
Tandu, manakah tandu dan rasa aman?
Sabtu, 13 Desember 2014
TERIMAKASIH
Kita dengan masing masing syair kita. Siasat padanya sekelumit lamunan senggang. Memahaminya mungkin satu persatu tak cukup waktu. Tak pula beban menuai adanya. Merasanya dari seluk yang terdalam kalbu. Meskipun fana terasalah pasti terpasang mata nyata. Setidaknya dunia hayalnya akui ini. Tak kuasa pada ambisi yang tarik peluh. Pada rasa besar yang lelah lalu terbayar. Terima kasihlah pada ambisi yang menuntun di setapak ini. Kemudian keputusan yang mengombak landai. Denganya yang karang dan bebatuan perlahan lalu. Yang mampu menyentuh sudut asa. Yang sudah menepuk sekelumit masa. Menanganinya dengan pena dan tinta. Berlarilah jauh karena kita berkejaran. Harapan harapan dan doa doa merintik. Perangkai tulus yang bukan bulus. Kesetaraan lilin lilin kecil. Malam yang selalu saja terasa pagi. Depresi pada rangkaian ini. mari saja luangkan tahunan merangkai. Tak ada yang akan pulang dan di pulangkan. Tak ada berbeda dan di bedakan. Mari kita selesaikan, perlahan dan memastikan. Sekelumit semoga yang menjadi tercukupi. Lalu terselubung dalamnya materi pada sikap. Lalu titik titik yang menuntun pada adanya hasil.
Sabtu, 06 Desember 2014
DIANTARA KABAR, PADAMU, DAN BIMBANG
Aku mendengarnya di antara riuh hembus angin. Padanya ku dengar nyanyian, entah mengenang apa. padanya kudengar dia merindu, entah pada siapa?. Katanya dia mencari, entah apa yang di carinya. Kudengar ada syair yang akan di ucap pada seorangnya. Mendengarnya dengan kabar kabar hidupnya. Kudengar banyak kabar darimu, dari kabarmu kudengar ada sesuatu untuknya. Pelipurku berlabuh di antara sajak sajak kabar dan beritamu. Faham jika seutuhnya berlabuhku itu sangat salah. haluanku pada kisah kisah berbalik pada kisah hidupmu, dan kabar kabar hidupmu.
Dalam sebenarnya untuk menoleh kembali itu terasa berat. Karena aku terlanjur berjalan mundur dan berbalik arah. Padamu sesuatu itu tak pernah berotasi, ataupun melaju entah kemana?. Padamu semua terasa kompak untuk tetap. Dalam waku yang panjang memberi kisah. padamu aku bersinggah dari lorong lorong kisahmu. padamu yang kukira aku akan cepat melupa. Hingga akhir kisah sekian tahun ini pun belum ada sekelumit yang tersapu. Padanya yang aku ingin untuk segera kembali. Padamu yang kurasa aku bertahan.
Diantara kebimbangan ini aku bertahan. Dengan bimbang aku mengaitnya. kisah kisah hidupnya yang ku coba aku mendalanginya. Dia terlalu mudah beradaptasi, dan di permainanku dia menemukan belahanya. Kini dia semakin bahagia di permainanku. Permainan yang makin berurat akar di urusan aku memilihmu.Dan memilihmu bukan keharusan yang aku teguhkan. Aku memilihmu dari sekian pemain. aku sempat menanyai kalbuku, kenapa ragamu, kenapa sosokmu? . dengan bimbang kalbu hanya menjawab "ini ungkapan dari yang terdasar?" . dan kini kalbu kurasa sangat dangkal hingga berkeputusan memilihmu.
Dalam sebenarnya untuk menoleh kembali itu terasa berat. Karena aku terlanjur berjalan mundur dan berbalik arah. Padamu sesuatu itu tak pernah berotasi, ataupun melaju entah kemana?. Padamu semua terasa kompak untuk tetap. Dalam waku yang panjang memberi kisah. padamu aku bersinggah dari lorong lorong kisahmu. padamu yang kukira aku akan cepat melupa. Hingga akhir kisah sekian tahun ini pun belum ada sekelumit yang tersapu. Padanya yang aku ingin untuk segera kembali. Padamu yang kurasa aku bertahan.
Diantara kebimbangan ini aku bertahan. Dengan bimbang aku mengaitnya. kisah kisah hidupnya yang ku coba aku mendalanginya. Dia terlalu mudah beradaptasi, dan di permainanku dia menemukan belahanya. Kini dia semakin bahagia di permainanku. Permainan yang makin berurat akar di urusan aku memilihmu.Dan memilihmu bukan keharusan yang aku teguhkan. Aku memilihmu dari sekian pemain. aku sempat menanyai kalbuku, kenapa ragamu, kenapa sosokmu? . dengan bimbang kalbu hanya menjawab "ini ungkapan dari yang terdasar?" . dan kini kalbu kurasa sangat dangkal hingga berkeputusan memilihmu.
Selasa, 02 Desember 2014
KEPADA KAWAN
Kepadanya yang sudah ku percayai akan segala rahasiaku. Kepadanya yang kuharapi tak ada salah akan satu paham apapun. Kawan sepenanggun yang duri di buruk burukku dan dewa pada baikku. Akan tabiat tabiat keremajaan yang menjerumuskan. kawan entah yang lama ataupun kini. Kepadanya banyak ingin terlontar terima kasih dengan segala alasan sesuatu. Kawan yang menyertai dalam waktu apapun. Padanya yang proses menjadi terasa baik. Perlahan yang mendengar ketika ku harap begitu. tak sungkan pada urusan pelik yang tak di pentinginya. Mereka yang tak patutnya ikut mencampuriku. Sangat pelan yang akhirnya kelam bediskusi pada kawan dan terbit menjadi kehangatan surya. Padanya yang siap menantang urusan lawan lawanku. Cahaya akan nyalinya yang jadi menenagkanku. Jauh mencoba untuk telusuri jawaban akan bertahan kalian sejauh ini. Tapi tak satupun kurasa jujur itu terdapat. Sepertinya kalian menutupi kecewa. Tapi jauh sangat rapat. Bagaimana mengertiku kemudian menjadi memahaminya. Tulus nya yang kurasa tak bisa di pahami. Yang menguatkan meski nya sedang di himpit pesakitan. mereka mereka yang terasa imaji. Sejauh ini harusnya marah lalu menghujat. Ahh, kurasa beruntungku sepihak dengan kalian. Lirih, ketika beda paham akan urusan depan. Tapi reda pada ikhlas kala tau sebab pilihan itu. Sudah waktu kini kalian mendapati ini. Yang dulu tak sedikit sempat terfikir. Terima kasih yang harusnya tak luput untuk terucap. Meskipun hujan, meski sesak harusnya tetap terucap. Juga maaf akan ego dan apatis pula kalimat buruk buruk ini. Mungkin karena teman aku tak merasakannya. atau mungkin karena perasanku yang tak se dewa kalian. Kegelisahan ini yang akhirya menyadarkan paham ini. Maafkan ketika tak lagi aku menyanjungmu terhadap baikmu. Maaf pula kelak waktu waktu yang mulai ku sibuki dengan urusan pribadiku. Maaf pula atas jawab jawab kasar terdengar. Dan kini taulah kalian semua apa yang semua ku resahi. Kegelisahan pada kawan yang akan menjauh.
Langganan:
Komentar (Atom)